Selasa, 14 Juni 2016

Contoh Kasus Persekongkolan dan Contoh Kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat

Persekongkolan

Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint ofbusiness), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian persekongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol. Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.
Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 . Dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain di sini tidak terbatas hanya pernerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyarakan bahwa tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.

Kegiatan bersekongkol rnenentukan pemenang tender jelas merupakan perbuatan eurang, karena pada dasarnya (inherently) tender dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan seear.a terbuka) (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed), 2000: 122).
Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk rnendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklafisikasikan sebagai rahasia perusahaan atau yang dikenal dengan sebutan rahasia dagang. Sebutan rahasia dagang merupakan terjemahan dari istilah “undisclosed information”, “trade secret”, atau “know how”. Rahasia dagang tidak boleh diketahui umum, karena selain mempunyai nilai teknologi. la juga mempunyai nilai ekonomis yang berguna dalam kegiatan usaha. Kerahasiaannya biasanya dijaga oleh pemiliknya.
Ketentuan mengenai perlindungan informasi yang dirahasiakan juga mendapat pengaturan dalam Persetujuan TRIPs sebagai bagian dari Final Act Uruguay Round. Pasal 39 Persetujuan TRIPs menyatakan bahwa dalam rangka menjamin perlindungan yang efektif untuk mengatasi persaingan eurang, negara-negara anggota GATT/WTO wajib memberikan ‘perlindungan terhadap
1. Informasi yang dirahasiakan yang dimiliki perorangan atau badan hukum, sepanjang informasi yang bersangkutan
1. secara keseluruhan, atau dalam konfigurasi dan gabungan yang utuh dari beberapa komponennya, bersifat rahasia dalam pengertian hal tersebut tidak seeara umum diketahui atau terbuka untuk diketahui oleh pihak-pihak yang dalam kegiatan sehari-harinya biasa menggunakan informasi serupa itu;
2. memiliki nilai komersial karena kerahasiaannya; dan dengan upaya yang semestinya, selalu dijaga kerahasiaannya oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi tersebut.
3. Data yang diserahkan kepada pemerintah atau badan pemerintah yang berasal dari hasil percobaan yang dirahasiakan, yang diperoleh dari upaya yang tidak mudah, atau akan disalahgunakan secara komersial.
Adanya Pasal 39 Persetujuan TRIPs ini telah meningkatkan status trade secretmenjadi hak milik intelektual. Hal tersebut akan menimbulkan erosi dari sistem paten yang mengharuskan pengungkapan sebagai suatu persyaratan dasar untuk perlindungan (H.S. Kartadjoemena, 1997:271-272).
Bagi Indonesia, pengaturan mengenai rahasia dagangnya diatur secara tersendiri, tidak dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Pengertian rahasia dagang dikemukakan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 yang rnenyatakan bahwa rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui o/eh umum di bidang teenologi danlatau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna da/am kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang. Berarti rahasia dagang di sini tidak terbatas hanya pada rahasia bisnis atau dagang belaka, melainkan termasuk informasi industrial know how, seperti yang dianut oleh hukum Amerika Serikat. Hal ini juga dapat dilihat dari lingkup perlindungan rahasia dagang yang diatur sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000. Pasal 2 tersebut menyatakan bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, rnetode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui masyarakat umum. Persyaratan rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, bahwa rahasia dagang yang akan mendapat perlindungan rerbatas pada informasi yang bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomis, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya-upaya sebagaimaana mestinya, yaitu semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-ternpat lain dan/atau yang dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketenruan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana rahasia dagang itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 3 tersebut suatu informasi akan dianggap termasuk rahasia dagang, bila memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut ini.
1. Informasi bersifat rahasia , bahwa informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;
2. Informasi memiliki nilai ekonomi, bahwa sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi;
3. Informasi dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah melakukan langkah-Iangkah yang layak dan patut.
Dalam hukum Amerika Serikat, ruang lingkup rahasia dagang pada intinya juga mencakup informasi teknik (technical information) dan informasi nonteknik (non-technical information), yang keseluruhannya mencakup informasi teknikal penelitian dan pengembangan, informasi proses produksi, informasi pemasok, informasi penjualan dan pemasaran, informasi keuangan, dan informasi administrasi internal (Ahmad M. Ramli, 2000:45-46).
Di samping kedua bentuk persekongkolan di atas, Pasal 24 juga melarang persekongkolan yang dapat menghambat produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran atas produk. Dalam Pasal 24 tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha dilarang untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat pelaku usaha pesaing dalammemproduksi, memasarkan, atau memproduksi dan memasarkan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan maksud agar barang, jasa, atau barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang atau menurun kualitasnya; atau memperlambat waktu proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan jasa yang sebelumnya sudah dipersyaratkan. Kegiatan persekongkolan seperti ini dapat menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat .
CONTOH KASUS:
kasus persekongkolan dalam rangka membocorkan rahasia dagang/perusahaan (Pasal 23) yang pernah dilakukan oleh perusahaan EMI Music South East Asia, Arnel Effendi, SH, DEWA 19 (group musik) dan Iwan Sastra Wijaya. Kasus ini terjadi ketika DEWA 19 memutuskan untuk pindah dari PT Aquarius Musikindo ke EMI Music South East Asia. Pada awal SEWA 19
membuat perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo dengan No. 001/JS/DW/07/04, tertanggal 12 Juli 2004 yang secara garis besar menyatakan, bahwa : artis secara bersama-sama (group) maupun perseorangan akan terikat secara formal kepada PT Aquarius untuk menjual master rekaman artis secara eksklusif sebanyak 1 (satu) album, yaitu album Laskar Cinta (Vol 4) yang ditambah dengan 4 (empat) lagu baru lainnya yang akan digabungkan dengan lagu-lagu artis yang telah pernah beredar untuk kepentingan pembuatan album-album kompilasi atau The Best (Repackage), dengan jangka waktu keterikatan secara eksklusif sebagai berikut :
1.    Artis akan menyerahkan 4 (empat) lagu baru kepada PT Aquarius dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 bulan sejak album artis “Laskar Cinta” diedarkan oleh PT Aquarius;
2.    Apabila di dalam jangka waktu tersebut dalam point a, si artis belum menyerahkan 4 (empat) lagu baru, maka artis masih terhitung terikat dalam perjanjian secara eksklusif dengan PT Aquarius.
Pada saat belum menyerahkan ke-empat lagu baru sebagaimana telah diperjanjikan, ternyata DEWA 19 telah memutuskan untuk pindah ke EMI Music South East Asia karena alasan ingin go internasional. Bukti yang dapat menguatkan terjadi persekongkolan dalam kasus ini adalah peran Jusak Irwan dan Arnel Affandi, SH ketika turut serta mengubah beberapa paragraf kontrak antara EMI South East Asia dengan DEWA 19. Posisi Jusak Irwan yang saat itu sebagai Managing Director PT EMI Indonesia tidak dapat dibenarkan ikut serta dalam proses penandatanganan kontrak.
Sebagai anggota Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Jusak seharusnya memberitahu EMI South East Asia bahwa DEWA 19 sudah terlebih dahulu terikat perjanjian dengan PT Aquarius Musikindo. Tindakannya justru menguatkan, bahwa penandatanganan kontrak DEWA 19 dengan PT EMI South East Asia untuk menghindari pasal 7 dan 9 Buku Putih ASIRI. Apalagi Arnel Affandi S.H. adalah mantan konsultan hukum PT Aquarius Musikindo yang tentunya mengetahui sebagian besar isi kontrak antara DEWA 19 dengan PT Aquarius Musikindo, karena terjadinya penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT Aquarius Muskindo (12 Juni 2004) hanya selang lebih kurang satu bulan sebelum penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT EMI SEA yaitu pada tanggal 19 Juli 2004.
Persekongkolan yang dilakukan oleh EMI Music South East, PT EMI Indonesia serta DEWA 19, Iwan Sastra Wijaya dan Arnel Effendi merupakan tindakan melanggar Pasal 23 UU No. 5 Tahun 1999, sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dan pada akhirnya membuat iklim usaha tidak kondusif serta merugikan pihak lain (pelaku usaha peasing), yaitu PT Aquarius Musikindo. Dalam perkara ini yang menderita kerugian atas berpindahnya DEWA 19 adalah PT Aquarius Musikindo, yaitu sebesar Rp. 4.295.627.881,00, namun KPPU menilai, bahwa kerugian wajar dan riil yang diderita oleh PT Aquarius Musikindo hanya sebesar Rp. 3.814.749.520,00.

SUMBER:



A.   Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Menurut UU No. 5 Tahun 1999, monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Menurut Sherman Act, ada beberapa hal yan berhubungan dengan proses terjadinya monopoli secara ilmiah, yaitu:
1. Monopoli terjadi akibat dari suatu superrior skill, yang salah satunya dapat terwujud dari pemberian hak paten secara eksklusif oleh negara, berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pelaku usaha tertentu atas hasil riset dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga yang dikenal dengan istilah Trade Secret (rahasia dagang), yang meskipun tidak memperoleh eksklusivitas pengakuan oleh negara, namun dengan rahasia dagangnya mampu membuat produk yang superior.
2. Monopoli terjadi karena pemberian negara (Ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3) UUD 1945 yang dikutip kembali dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999)
3. Monopoli yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang terjadi karena tidak disengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang ditentukan oleh berbagai faktor terkait dimana monopoli tersebut terjadi. Dalam hal ini penilaian mengenai pasar bersangkutan yang memungkinkan terjadinya monopoli menjadi sangat relevan.
Terdapat dua teori yang terdapat dalam hukum anti monopoli, yaitu:
1. Teori Perse, teori yang melarang monopoli an sich, tanpa melihat apakah ada ekses negatifnya. Beberapa bentuk kartel, monopoli dan persaingan usaha tidak sehat harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik beratnya adalah unsur formal dari perbuatan tersebut.
2. Teori Rule of Reason, teori ini melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan bahwa ada ekses negatifnya.

B.   Proses Monopolisasi
Ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan sehubungan dengan proses terjadinya monopoli secara ilmiah. Hal tersebut antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Monopoli terjadi  akibat dari suatu superior skill, yang salah satunya dapat terwujud dari peberian hak paten secara ekslusif oleh Negara.
2. Monopoli terjadi karena pemberian Negara. Di Negara kita hal ini sangat jelas dapat dilihat dalam ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3) UUD 1945 yang dikutip kembali dalam pasal 51 UU No. 5 tahun 1999.
3. Monopoli yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang terjadi karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang ditentukan oleh berbagai faktor terkait dimana proses monopoli itu terjadi.

Untuk menilai berlangsungnya suatu proses monopolisasi, sehingga dapat terjadi suatu bentuk monopoli yang dilarang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penentuan mengenai pasar bersangkutan (the relevant market)
Dalam UU No.5 Tahun 1999, pasar bersngkutan didefinisikan sebagai pasar yang berkaitan dengan jangkuan atau daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang atau jasa yang sama atau subtitusi dari barang atau  jasa tesebut.
Untuk menetukan relevansi atau kedudukan dari suatu pasar bersangkutan pada umumnya orang mencoba mendekatinya melalui pendekatan sensifitas produk. Salah satu yang dapat dipakai adalah pendekatan “elasticity of demand”. Untuk menilai relevansi keterkaitanya dengan produk competitor deperkenalkan konsep “cross elasticity demand/CED” antara kedua produk yang saling dikaitkan.
Dalam hal ini terdapat beberapa hal yang dapat dianggap cukup relevan dan berpengaruh yaitu:
a. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan ptrhadap perilaku penting terhadap usaha dan kinerja pasar antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan keluar pasar,keragama produk, system distribusi dan penguasaan pangsa pasar.
b. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalamkapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan dan metode persaingan yang digunakan.
c. Pangsa pasar adalah presentase nilai jual dan beli barang atau jasa tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kelender tertentu.
d. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan jasa sesuai kesepakatan antara pihak dalm pasar yang bersangkutan.
2.     Penilaian terhadap keadaan pasar dan jumlah pelaku usaha.
Pelaku usaha dianggap menguasai pangsa pasar secara monopoli.jika ia mempunyai pangsa pasar lebih dari 75%. UU No. 5 Tahun 1999 pasal 4 (2) menyatan bahwa “Pelaku usaha patut diduga dan dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang atau jasa, jika 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku uasaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu atau jenis barang atau jasa tertentu.
3. Ada tidaknya kehendak untuk melakukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu.
Pada pasar bersangkutan yang sudah jenuh, kehendak untuk menjadi besar terkadang dilaksanakan dengan cara yang tidak wajar dan tidakk sehat.
Monopoli dilarang karena mengandung beberapa efek negatif yang       merugikan, yaitu:
a. Terjadi peningkatan suatu produk. Harga yang tinggi akan menyebabkan inflasi yang merugikan masyarakat luas.
b. Adanya kekurangan (profil) diatas kewajaran yang normal, pelaku usaha akan menetapkan harga agar meperoleh keuntungan yang sangat besar karena konsumen tidak ada pilihan lain dan terpaksa membeli produk tersebut.
c. Terjadinya eksploitasi terhadap konsumen karena tidak adanya hak pilih konsumen atas produk.
d. Terjadi ketidakekonomisan dan ketidakefisiensi yang akan dibebankan kepada konsumen dalam menghasilkan suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroprasi pada average cost yang minimum.
e. Adanya entry barrier dimana perusahaan lain tidak dapat masuk kedalam bidang usaha perusahaan monopoli.
f. Pendapatan  tidak merata karena sumber dana dan modal tersedot kedalam perusahaan monopoli.

C.   Praktek Monopoli  dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Praktek monopoli adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Pada dasarnya, ada 4 unsur yang terdapat dalam praktek monopoli:
1. Adanya pemusatan kekuatan ekonomi
2. Pemusatan kekuatan tersebut berada pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi
3. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
4. Pemusatan kekuatan ekonomi tersebut merugikan kepentingan umum.
Dalam UU No. 5 Tahun 1999 dijelaskan bahwa selama suatu pemusatan kekuatan ekonomi tidak menyebabkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat, maka hal itu tidak dapat dikatakan telah terjadi suatu praktek monopoli, yang melanggar atau bertentangan dengan undang-undang ini, meskipun monopoli itu sendiri secara nyata terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan/ atau pemasaran barang dan/ atau jasa tertentu). Jadi, sebenarnya monopoli tidak dilarang, yang dilarang adalah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu prasyarat pokok dapat dikatakan telah terjadi suatu pemusatan ekonomi adalah terjadinya penguasaan nyata dari suatu pasar bersangkutan sehingga harga dari barang atu jasa yang diperdagangkan tidak lagi menggikuti hukum ekonomi mengenai permintaan dan penjualan, melainkan semata-mata ditentukan oleh satu atau lebih pelaku ekonomi yang menguasai pasar tersebut.

D.   Perjanjian-Perjanjian yang Dilarang
Pengertian Perjanjian
Dalam UU, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Jika dibandingkan definisi UU dengan ketentuan pasal 1313 KUHP, yang menjelaskan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dan sebagai konsekuensinya perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tidak dapat ditarik kembali oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut, kecuali penarikan atau pencabutan tersebut juga disepakati secara bersama oleh kedua belah pihak.

E.   Kegiatan-Kegiatan yang Dilarang
Undang-undang anti monopoli memberikan satu bab khusus yang mengatur kegiatan yang dilarang, yaitu Bab IV yang terdiri dari 8 pasal. Kegiatan yang dilarang dapat kita golongkan menjadi 4 kegiatan yaitu :
1. Monopoli, yang diatur dalam pasal 17
2. Monopsoni, yang diatur dalam pasal 18
3. Penguasaan pasar, yang diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 21
4. Persekongkolan, yang diatur dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24
Secara lengkapnya kegiatan yang dilarang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bertujuan untuk memperoleh penguasaan atas produksi yang dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat Parameter yang dijadikan tolak ukur dalam undang-undang tersebut adalah :
a. Barang atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya
b. Mengakibatkan pelaku usaha lain (pelaku usaha yang mempunyai kemampuan yang signifikan dalam pasar yang bersangkutan)
c. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Kegiatan untuk menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

F.    Macam-macam Sanksi yang dapat dikenakan
Sanksi yang diberikan dalam Undang-undang secara garis besar dapat dibedakan kedalam :
1.    Tindakan administrative (pasal 47 ayat 2)
Tindakan administrative yang dapat diambil menurut ketentuan Undang-undang adalah sebagai berikut:
a.    Penetapan pembatalan perjanjian yang dilarang oleh Undang-undang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan pasal 4 sampai dengan pasal 13, pasal 15 dan pasal 16 Undang-undang sebagaimana berikut:
1.        Perjanjian untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.        Perjanjian yang menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
3.        Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
4.        Perjanjian yang membuat suatu penetapan harga dibawah pasar,yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
5.        Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya, dengan harga yang lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
6.        Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7.        Perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
8.        Perjanjian dengan maksud untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a.    Merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain.
b.    Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan
9.        Perjanjian dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan engatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
10.    Perjanjian kerjasama untuk membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
11.    Perjanjian yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopolidan atau persaingan usaha tidak sehat.
12.    Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
13.    Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
14.    Perjanjian yang memberikan harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, dengan syarat bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok :
a.    Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
b.    Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
15.    Perjanjian yang dibuat dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b.    Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan pembuatan atau pelaksanaan perjanjian yang menyebabkan terjadinya intergrasi vertical yang antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, penglihatan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain atau perubahan bentuk rangkaian produksinya yang dilarang oleh ketentuan pasal 14 Undang-undang.
c.    Pemerintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat,berupa tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan.
d.   Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
e.    Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28 Undang-undang.
f.     Pembayaran ganti rugi kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.
g.    Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00.
2.    Sanksi pidana pokok (pasal 48)
Selain sanksi administrative khusus untuk  perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang melanggar ketentuan Undang-undang  juga dikenakan sanksi pidana pokok menurut Undang-undang sebagai berikut:
a.         Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4 mengenai penguasaan produksi, pasal 9 mengenai pembagian wilayah, pasal 10 yang bertujuan untuk menghalangi kegiatan usaha dari pelaku usaha lain, pasal 11 mengenai peraturan produksi, pasal 12 mengenai pembentukan kartel usaha, pasal 13 mengenai penguasaan pasokan secara bersama-sama oleh pelaku usaha, pasal 14 tentang integrasi vertical, pasal 16 tentang perjanjian internasional yang dilarang, pasal 17 tentang kegiatan monopoli, pasal 18 tentang monopsoni, pasal 19 mengenai kegiatan penguasaan pasar, pasal 25 tentang mengenai posisi dominan, pasal 27 tentang kepemilikan saham mayoritas dan pasal 28 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan saham dan diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.
b.        Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 tentang penetapan harga secara bersama , pasal 6 tentang perbedaan harga jual, pasal 7 tentang penetapan harga dibawah harga pasar, pasal 8 tentang penentuan batas atau patokan harga tertentu, pasal 15 tentang perjanjian tertutup dengan pihak ke tiga, pasal 20 tentang penjualan rugi, pasal 21 tentang perlakuan kecurangan dalam biaya produksi, pasal 22 sampai dengan pasal 24 tentang persekongkolan dan pasal 26 tentang jabatan rangkap diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.5.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 bulan.
c.         Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 mengenai pemeriksaan terhadap pelaku usaha diancam pidana deda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp.5.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 bulan.
3.    Sanksi pidana tambahan (pasal 49)
Di luar sanksi pidana pokok yang dikenakan dalam pasal 48 ayat 1 sampai dengan ayat 3 Undang-undang tersebut di atas ketentuan pasal 49 Undang-undang menetapkan sanksi pidana tambahan dengan menunjuk pada ketentuan pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana yang dijatuhkan berdasarkan ketentuan pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.    Pencabutan izin usaha
b.    Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang ini untuk menduduki jabatan Direksi atau Komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun.
c.    Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
4.    Pengecualian-pengecualian
Selain pengecualian yang secara khusus diatur dalam pasal 5 ayat 2 mengenai penetapan harga secara bersama, Undang-undang juga mengecualikan beberapa hal berikut ini dari berlakunya Undang-undang ini:
a.    Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.    Perjanjian penetapan standar teknis produk barang atau jasa tidak mengekang dan tidak menghalangi persaingan.
c.    Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat yang luas.
d.   Perjanjian internasioanal yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia.
e.    Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas
f.     Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
g.    Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri
h.    Pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
i.      Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya
           
G.   Contoh Kasus
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk ke dalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

Kesimpulan:
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

1 komentar:

  1. Terimakasih, sangat membantu untuk tugas akhir perkuliahan ☺

    BalasHapus

Comparative And Superlative

No ADVERBS COMPARATIVE SUPERLATIVE MEANING 1 Carefully More / less carefully Most / least carefully Hati-hati 2 P...