Persekongkolan
Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint ofbusiness), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian persekongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol. Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.
Pelaku usaha juga dilarang melakukan kegiaran persekongkolan yang mernbatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint ofbusiness), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Pengertian persekongkolan atau konspirasi dikemukakan dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan oleb pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersengkongkol. Bentuk kegiatan persekongkolan ini tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian, tetapi bisa dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian.
Terdapat 3 (tiga)
bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 . Dalam Pasal 22
dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan/atau menentukan pemenang tender, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain di sini tidak terbatas
hanya pernerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut serta dalam
tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyarakan bahwa tender adalah
tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk
mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.
Kegiatan bersekongkol rnenentukan pemenang tender jelas merupakan perbuatan eurang, karena pada dasarnya (inherently) tender dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan seear.a terbuka) (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed), 2000: 122).
Kegiatan bersekongkol rnenentukan pemenang tender jelas merupakan perbuatan eurang, karena pada dasarnya (inherently) tender dan pemenangnya tidak diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan seear.a terbuka) (Ayudha D. Prayoga, et al., (Ed), 2000: 122).
Pasal 23 melarang
pelaku usaha untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk rnendapatkan informasi
kegiatan usaha pesaingnya yang diklafisikasikan sebagai rahasia perusahaan atau
yang dikenal dengan sebutan rahasia dagang. Sebutan rahasia dagang merupakan
terjemahan dari istilah “undisclosed information”, “trade
secret”, atau “know how”. Rahasia dagang tidak boleh
diketahui umum, karena selain mempunyai nilai teknologi. la juga mempunyai
nilai ekonomis yang berguna dalam kegiatan usaha. Kerahasiaannya biasanya
dijaga oleh pemiliknya.
Ketentuan mengenai
perlindungan informasi yang dirahasiakan juga mendapat pengaturan dalam
Persetujuan TRIPs sebagai bagian dari Final Act Uruguay Round. Pasal 39
Persetujuan TRIPs menyatakan bahwa dalam rangka menjamin perlindungan yang
efektif untuk mengatasi persaingan eurang, negara-negara anggota GATT/WTO wajib
memberikan ‘perlindungan terhadap
1. Informasi yang dirahasiakan yang dimiliki perorangan atau badan
hukum, sepanjang informasi yang bersangkutan
1. secara keseluruhan,
atau dalam konfigurasi dan gabungan yang utuh dari beberapa komponennya,
bersifat rahasia dalam pengertian hal tersebut tidak seeara umum diketahui atau
terbuka untuk diketahui oleh pihak-pihak yang dalam kegiatan sehari-harinya
biasa menggunakan informasi serupa itu;
2. memiliki nilai
komersial karena kerahasiaannya; dan dengan upaya yang semestinya, selalu
dijaga kerahasiaannya oleh pihak yang secara hukum menguasai informasi
tersebut.
3. Data yang
diserahkan kepada pemerintah atau badan pemerintah yang berasal dari hasil
percobaan yang dirahasiakan, yang diperoleh dari upaya yang tidak mudah, atau
akan disalahgunakan secara komersial.
Adanya Pasal 39
Persetujuan TRIPs ini telah meningkatkan status trade secretmenjadi
hak milik intelektual. Hal tersebut akan menimbulkan erosi dari sistem paten
yang mengharuskan pengungkapan sebagai suatu persyaratan dasar untuk perlindungan
(H.S. Kartadjoemena, 1997:271-272).
Bagi Indonesia,
pengaturan mengenai rahasia dagangnya diatur secara tersendiri, tidak
dimasukkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya
dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Pengertian rahasia dagang dikemukakan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 yang rnenyatakan bahwa rahasia dagang adalah informasi yang
tidak diketahui o/eh umum di bidang teenologi danlatau bisnis, mempunyai nilai
ekonomi karena berguna da/am kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik rahasia dagang. Berarti rahasia dagang di sini tidak terbatas
hanya pada rahasia bisnis atau dagang belaka, melainkan termasuk informasi
industrial know how, seperti yang dianut oleh hukum Amerika
Serikat. Hal ini juga dapat dilihat dari lingkup perlindungan rahasia dagang
yang diatur sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2000. Pasal 2 tersebut menyatakan bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi
metode produksi, rnetode pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di
bidang teknologi dan/atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak
diketahui masyarakat umum. Persyaratan rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000, bahwa rahasia dagang yang akan mendapat
perlindungan rerbatas pada informasi yang bersifat rahasia, mempunyai nilai
ekonomis, dan dijaga kerahasiaannya melalui upaya-upaya sebagaimaana mestinya,
yaitu semua langkah yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang
harus dilakukan. Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku
berdasarkan praktik umum yang berlaku di tempat-ternpat lain dan/atau yang
dituangkan ke dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula
dalam ketenruan internal perusahaan dapat ditetapkan bagaimana rahasia dagang
itu dijaga dan siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Dengan
demikian, berdasarkan Pasal 3 tersebut suatu informasi akan dianggap termasuk
rahasia dagang, bila memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut ini.
1. Informasi bersifat
rahasia , bahwa informasi tersebut hanya diketahui oleh pihak tertentu atau
tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;
2. Informasi memiliki
nilai ekonomi, bahwa sifat kerahasiaan informasi tersebut dapat digunakan untuk
menjalankan kegiatan atau usaha yang bersifat komersial atau dapat meningkatkan
keuntungan secara ekonomi;
3. Informasi dijaga
kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang menguasainya telah
melakukan langkah-Iangkah yang layak dan patut.
Dalam hukum Amerika
Serikat, ruang lingkup rahasia dagang pada intinya juga mencakup informasi
teknik (technical information) dan informasi nonteknik (non-technical
information), yang keseluruhannya mencakup informasi teknikal
penelitian dan pengembangan, informasi proses produksi, informasi pemasok,
informasi penjualan dan pemasaran, informasi keuangan, dan informasi
administrasi internal (Ahmad M. Ramli, 2000:45-46).
Di samping kedua
bentuk persekongkolan di atas, Pasal 24 juga melarang persekongkolan yang dapat
menghambat produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran atas produk. Dalam
Pasal 24 tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak
lain untuk menghambat produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku
usaha pesaingnya dengan tujuan barang dan/atau jasa yang ditawarkan atau
dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang, baik dari kualitas maupun
ketepatan waktu yang dipersyaratkan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas
bahwa pelaku usaha dilarang untuk bersekongkol dengan pihak lain untuk
menghambat pelaku usaha pesaing dalammemproduksi, memasarkan, atau memproduksi
dan memasarkan barang, jasa, atau barang dan jasa dengan maksud agar barang,
jasa, atau barang dan jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
menjadi berkurang atau menurun kualitasnya; atau memperlambat waktu proses
produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan
jasa yang sebelumnya sudah dipersyaratkan. Kegiatan persekongkolan seperti ini
dapat menimbulkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat .
CONTOH KASUS:
kasus persekongkolan
dalam rangka membocorkan rahasia dagang/perusahaan (Pasal 23) yang pernah
dilakukan oleh perusahaan EMI Music South East Asia, Arnel Effendi, SH, DEWA 19
(group musik) dan Iwan Sastra Wijaya. Kasus ini terjadi ketika DEWA 19
memutuskan untuk pindah dari PT Aquarius Musikindo ke EMI Music South East
Asia. Pada awal SEWA 19
membuat perjanjian
dengan PT Aquarius Musikindo dengan No. 001/JS/DW/07/04, tertanggal 12 Juli
2004 yang secara garis besar menyatakan, bahwa : artis secara bersama-sama
(group) maupun perseorangan akan terikat secara formal kepada PT Aquarius untuk
menjual master rekaman artis secara eksklusif sebanyak 1 (satu) album, yaitu
album Laskar Cinta (Vol 4) yang ditambah dengan 4 (empat) lagu baru lainnya
yang akan digabungkan dengan lagu-lagu artis yang telah pernah beredar untuk
kepentingan pembuatan album-album kompilasi atau The Best (Repackage), dengan
jangka waktu keterikatan secara eksklusif sebagai berikut :
1. Artis
akan menyerahkan 4 (empat) lagu baru kepada PT Aquarius dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 12 bulan sejak album artis “Laskar Cinta” diedarkan oleh PT
Aquarius;
2. Apabila
di dalam jangka waktu tersebut dalam point a, si artis belum menyerahkan 4
(empat) lagu baru, maka artis masih terhitung terikat dalam perjanjian secara
eksklusif dengan PT Aquarius.
Pada saat belum
menyerahkan ke-empat lagu baru sebagaimana telah diperjanjikan, ternyata DEWA
19 telah memutuskan untuk pindah ke EMI Music South East Asia karena alasan
ingin go internasional. Bukti yang dapat menguatkan terjadi persekongkolan
dalam kasus ini adalah peran Jusak Irwan dan Arnel Affandi, SH ketika turut
serta mengubah beberapa paragraf kontrak antara EMI South East Asia dengan DEWA
19. Posisi Jusak Irwan yang saat itu sebagai Managing Director PT EMI Indonesia
tidak dapat dibenarkan ikut serta dalam proses penandatanganan kontrak.
Sebagai anggota
Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), Jusak seharusnya memberitahu EMI
South East Asia bahwa DEWA 19 sudah terlebih dahulu terikat perjanjian dengan
PT Aquarius Musikindo. Tindakannya justru menguatkan, bahwa penandatanganan
kontrak DEWA 19 dengan PT EMI South East Asia untuk menghindari pasal 7 dan 9
Buku Putih ASIRI. Apalagi Arnel Affandi S.H. adalah mantan konsultan hukum PT
Aquarius Musikindo yang tentunya mengetahui sebagian besar isi kontrak antara
DEWA 19 dengan PT Aquarius Musikindo, karena terjadinya penandatanganan
perjanjian DEWA 19 dengan PT Aquarius Muskindo (12 Juni 2004) hanya selang
lebih kurang satu bulan sebelum penandatanganan perjanjian DEWA 19 dengan PT
EMI SEA yaitu pada tanggal 19 Juli 2004.
Persekongkolan yang
dilakukan oleh EMI Music South East, PT EMI Indonesia serta DEWA 19, Iwan
Sastra Wijaya dan Arnel Effendi merupakan tindakan melanggar Pasal 23 UU No. 5
Tahun 1999, sehingga dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dan pada
akhirnya membuat iklim usaha tidak kondusif serta merugikan pihak lain (pelaku
usaha peasing), yaitu PT Aquarius Musikindo. Dalam perkara ini yang menderita
kerugian atas berpindahnya DEWA 19 adalah PT Aquarius Musikindo, yaitu sebesar
Rp. 4.295.627.881,00, namun KPPU menilai, bahwa kerugian wajar dan riil yang
diderita oleh PT Aquarius Musikindo hanya sebesar Rp. 3.814.749.520,00.
SUMBER:
A.
Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Menurut UU No. 5 Tahun
1999, monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Persaingan usaha tidak
sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Menurut Sherman Act,
ada beberapa hal yan berhubungan dengan proses terjadinya monopoli secara
ilmiah, yaitu:
1. Monopoli terjadi akibat dari
suatu superrior skill, yang salah satunya dapat terwujud dari
pemberian hak paten secara eksklusif oleh negara, berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku kepada pelaku usaha tertentu atas hasil riset
dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga yang dikenal
dengan istilah Trade Secret (rahasia dagang), yang meskipun
tidak memperoleh eksklusivitas pengakuan oleh negara, namun dengan rahasia
dagangnya mampu membuat produk yang superior.
2. Monopoli
terjadi karena pemberian negara (Ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3) UUD 1945
yang dikutip kembali dalam pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999)
3. Monopoli
yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang
terjadi karena tidak disengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang
ditentukan oleh berbagai faktor terkait dimana monopoli tersebut terjadi. Dalam
hal ini penilaian mengenai pasar bersangkutan yang memungkinkan terjadinya
monopoli menjadi sangat relevan.
Terdapat dua teori yang
terdapat dalam hukum anti monopoli, yaitu:
1. Teori Perse,
teori yang melarang monopoli an sich, tanpa melihat apakah ada
ekses negatifnya. Beberapa bentuk kartel, monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat harus dianggap dengan sendirinya bertentangan dengan hukum. Titik
beratnya adalah unsur formal dari perbuatan tersebut.
2. Teori Rule of Reason,
teori ini melarang kartel dan monopoli jika dapat dibuktikan bahwa ada ekses
negatifnya.
B.
Proses Monopolisasi
Ada beberapa argumen yang dapat
dikemukakan sehubungan dengan proses terjadinya monopoli secara ilmiah. Hal
tersebut antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Monopoli
terjadi akibat dari suatu superior skill, yang salah satunya dapat
terwujud dari peberian hak paten secara ekslusif oleh Negara.
2. Monopoli
terjadi karena pemberian Negara. Di Negara kita hal ini sangat jelas dapat
dilihat dalam ketentuan pasal 33 (2) dan 33 (3) UUD 1945 yang dikutip kembali
dalam pasal 51 UU No. 5 tahun 1999.
3. Monopoli
yang terjadi akibat adanya historical accident, yaitu monopoli yang terjadi
karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang ditentukan
oleh berbagai faktor terkait dimana proses monopoli itu terjadi.
Untuk menilai berlangsungnya
suatu proses monopolisasi, sehingga dapat terjadi suatu bentuk monopoli yang
dilarang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Penentuan mengenai pasar
bersangkutan (the relevant market)
Dalam UU No.5 Tahun 1999, pasar
bersngkutan didefinisikan sebagai pasar yang berkaitan dengan jangkuan atau
daerah pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang atau jasa yang sama
atau subtitusi dari barang atau jasa tesebut.
Untuk menetukan relevansi atau
kedudukan dari suatu pasar bersangkutan pada umumnya orang mencoba mendekatinya
melalui pendekatan sensifitas produk. Salah satu yang dapat dipakai adalah
pendekatan “elasticity of demand”. Untuk menilai relevansi
keterkaitanya dengan produk competitor deperkenalkan konsep “cross
elasticity demand/CED” antara kedua produk yang saling dikaitkan.
Dalam hal ini terdapat beberapa
hal yang dapat dianggap cukup relevan dan berpengaruh yaitu:
a. Struktur
pasar adalah keadaan pasar yang memberikan ptrhadap perilaku penting terhadap
usaha dan kinerja pasar antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk
dan keluar pasar,keragama produk, system distribusi dan penguasaan pangsa
pasar.
b. Perilaku
pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalamkapasitasnya
sebagai pemasok atau pembeli barang atau jasa untuk mencapai tujuan perusahaan,
antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target penjualan dan metode
persaingan yang digunakan.
c. Pangsa
pasar adalah presentase nilai jual dan beli barang atau jasa tertentu yang
dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun kelender
tertentu.
d. Harga
pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan jasa sesuai
kesepakatan antara pihak dalm pasar yang bersangkutan.
2. Penilaian
terhadap keadaan pasar dan jumlah pelaku usaha.
Pelaku usaha dianggap menguasai
pangsa pasar secara monopoli.jika ia mempunyai pangsa pasar lebih dari 75%. UU
No. 5 Tahun 1999 pasal 4 (2) menyatan bahwa “Pelaku usaha patut diduga dan
dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran barang
atau jasa, jika 2 atau 3 pelaku usaha atau kelompok pelaku uasaha menguasai
lebih dari 75% pangsa pasar satu atau jenis barang atau jasa tertentu.
3. Ada
tidaknya kehendak untuk melakukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu.
Pada pasar bersangkutan yang
sudah jenuh, kehendak untuk menjadi besar terkadang dilaksanakan dengan cara
yang tidak wajar dan tidakk sehat.
Monopoli dilarang karena
mengandung beberapa efek negatif
yang merugikan, yaitu:
a. Terjadi peningkatan suatu
produk. Harga yang tinggi akan menyebabkan inflasi yang merugikan masyarakat
luas.
b. Adanya
kekurangan (profil) diatas kewajaran yang normal, pelaku usaha akan menetapkan
harga agar meperoleh keuntungan yang sangat besar karena konsumen tidak ada
pilihan lain dan terpaksa membeli produk tersebut.
c. Terjadinya eksploitasi
terhadap konsumen karena tidak adanya hak pilih konsumen atas produk.
d. Terjadi ketidakekonomisan
dan ketidakefisiensi yang akan dibebankan kepada konsumen dalam menghasilkan
suatu produk karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroprasi pada average
cost yang minimum.
e. Adanya entry
barrier dimana perusahaan lain tidak dapat masuk kedalam bidang usaha
perusahaan monopoli.
f. Pendapatan tidak
merata karena sumber dana dan modal tersedot kedalam perusahaan monopoli.
C.
Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
Praktek monopoli adalah suatu
pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan
dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu
sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan
kepentingan umum.
Pada dasarnya, ada 4 unsur yang
terdapat dalam praktek monopoli:
1. Adanya
pemusatan kekuatan ekonomi
2. Pemusatan kekuatan tersebut
berada pada satu atau lebih pelaku usaha ekonomi
3. Pemusatan kekuatan ekonomi
tersebut menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
4. Pemusatan kekuatan ekonomi
tersebut merugikan kepentingan umum.
Dalam UU No. 5 Tahun 1999
dijelaskan bahwa selama suatu pemusatan kekuatan ekonomi tidak menyebabkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat, maka hal itu tidak dapat dikatakan
telah terjadi suatu praktek monopoli, yang melanggar atau bertentangan dengan
undang-undang ini, meskipun monopoli itu sendiri secara nyata terjadi (dalam
bentuk penguasaan produksi dan/ atau pemasaran barang dan/ atau jasa tertentu).
Jadi, sebenarnya monopoli tidak dilarang, yang dilarang adalah praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
Dari penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa salah satu prasyarat pokok dapat dikatakan telah terjadi
suatu pemusatan ekonomi adalah terjadinya penguasaan nyata dari suatu pasar
bersangkutan sehingga harga dari barang atu jasa yang diperdagangkan tidak lagi
menggikuti hukum ekonomi mengenai permintaan dan penjualan, melainkan
semata-mata ditentukan oleh satu atau lebih pelaku ekonomi yang menguasai pasar
tersebut.
D.
Perjanjian-Perjanjian yang Dilarang
Pengertian Perjanjian
Dalam UU, perjanjian
didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,
baik tertulis maupun tidak tertulis. Jika dibandingkan definisi UU dengan
ketentuan pasal 1313 KUHP, yang menjelaskan perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih. Dan sebagai konsekuensinya perjanjian yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak tidak dapat ditarik kembali oleh salah satu pihak dalam perjanjian
tersebut, kecuali penarikan atau pencabutan tersebut juga disepakati secara
bersama oleh kedua belah pihak.
E.
Kegiatan-Kegiatan yang Dilarang
Undang-undang anti monopoli
memberikan satu bab khusus yang mengatur kegiatan yang dilarang, yaitu Bab IV
yang terdiri dari 8 pasal. Kegiatan yang dilarang dapat kita golongkan menjadi
4 kegiatan yaitu :
1. Monopoli, yang diatur dalam
pasal 17
2. Monopsoni, yang diatur dalam
pasal 18
3. Penguasaan pasar, yang
diatur dalam pasal 19 sampai dengan pasal 21
4. Persekongkolan, yang diatur
dalam pasal 22 sampai dengan pasal 24
Secara lengkapnya kegiatan yang
dilarang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Kegiatan
yang dilakukan oleh pelaku usaha yang bertujuan untuk memperoleh penguasaan
atas produksi yang dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat Parameter yang
dijadikan tolak ukur dalam undang-undang tersebut adalah :
a. Barang
atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya
b. Mengakibatkan pelaku usaha
lain (pelaku usaha yang mempunyai kemampuan yang signifikan dalam pasar yang
bersangkutan)
c. Satu pelaku atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
2. Kegiatan
untuk menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan
jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
F.
Macam-macam Sanksi yang dapat dikenakan
Sanksi yang diberikan dalam
Undang-undang secara garis besar dapat dibedakan kedalam :
1.
Tindakan
administrative (pasal 47 ayat 2)
Tindakan administrative yang
dapat diambil menurut ketentuan Undang-undang adalah sebagai berikut:
a. Penetapan
pembatalan perjanjian yang dilarang oleh Undang-undang sebagaimana yang
diatur dalam ketentuan pasal 4 sampai dengan pasal 13, pasal 15 dan pasal 16
Undang-undang sebagaimana berikut:
1. Perjanjian
untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Perjanjian
yang menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
3. Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda
dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang
sama.
4. Perjanjian
yang membuat suatu penetapan harga dibawah pasar,yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
5. Perjanjian
yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual
atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya, dengan harga
yang lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
6. Perjanjian
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Perjanjian
yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
8. Perjanjian
dengan maksud untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a. Merugikan
atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain.
b. Membatasi
pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan atau jasa dari
pasar bersangkutan
9. Perjanjian
dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan engatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
10. Perjanjian
kerjasama untuk membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar,
dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
11. Perjanjian
yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar
yang bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopolidan atau
persaingan usaha tidak sehat.
12. Perjanjian
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada
pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
13. Perjanjian
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu
harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
14. Perjanjian
yang memberikan harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa,
dengan syarat bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku
usaha pemasok :
a. Harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
b. Tidak
akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain
yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
15. Perjanjian
yang dibuat dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
b. Perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan pembuatan atau pelaksanaan perjanjian
yang menyebabkan terjadinya intergrasi vertical yang antara lain dilaksanakan
dengan pembatalan perjanjian, penglihatan sebagian perusahaan kepada pelaku
usaha lain atau perubahan bentuk rangkaian produksinya yang dilarang oleh
ketentuan pasal 14 Undang-undang.
c. Pemerintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan
praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau
merugikan masyarakat,berupa tindakan tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku
usaha secara keseluruhan.
d. Perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
e. Penetapan
pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 28 Undang-undang.
f. Pembayaran
ganti rugi kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang dirugikan.
g. Pengenaan
denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya
Rp.25.000.000.000,00.
2.
Sanksi
pidana pokok (pasal 48)
Selain sanksi administrative
khusus untuk perbuatan-perbuatan hukum tertentu yang melanggar
ketentuan Undang-undang juga dikenakan sanksi pidana pokok menurut
Undang-undang sebagai berikut:
a. Pelanggaran-pelanggaran
terhadap ketentuan pasal 4 mengenai penguasaan produksi, pasal 9 mengenai
pembagian wilayah, pasal 10 yang bertujuan untuk menghalangi kegiatan usaha
dari pelaku usaha lain, pasal 11 mengenai peraturan produksi, pasal 12 mengenai
pembentukan kartel usaha, pasal 13 mengenai penguasaan pasokan secara
bersama-sama oleh pelaku usaha, pasal 14 tentang integrasi vertical, pasal 16
tentang perjanjian internasional yang dilarang, pasal 17 tentang kegiatan
monopoli, pasal 18 tentang monopsoni, pasal 19 mengenai kegiatan penguasaan
pasar, pasal 25 tentang mengenai posisi dominan, pasal 27 tentang kepemilikan
saham mayoritas dan pasal 28 tentang penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan saham dan diancam pidana denda serendah-rendahnya
Rp25.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 bulan.
b. Pelanggaran
terhadap ketentuan pasal 5 tentang penetapan harga secara bersama , pasal 6
tentang perbedaan harga jual, pasal 7 tentang penetapan harga dibawah harga
pasar, pasal 8 tentang penentuan batas atau patokan harga tertentu, pasal 15
tentang perjanjian tertutup dengan pihak ke tiga, pasal 20 tentang penjualan
rugi, pasal 21 tentang perlakuan kecurangan dalam biaya produksi, pasal 22
sampai dengan pasal 24 tentang persekongkolan dan pasal 26 tentang jabatan
rangkap diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp.5.000.000.000,00 dan
setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 5 bulan.
c. Pelanggaran
terhadap ketentuan pasal 41 mengenai pemeriksaan terhadap pelaku usaha diancam
pidana deda serendah-rendahnya Rp.1.000.000.000,00 dan setinggi-tingginya
Rp.5.000.000.000,00 atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3
bulan.
3.
Sanksi
pidana tambahan (pasal 49)
Di luar sanksi pidana pokok
yang dikenakan dalam pasal 48 ayat 1 sampai dengan ayat 3 Undang-undang
tersebut di atas ketentuan pasal 49 Undang-undang menetapkan sanksi pidana
tambahan dengan menunjuk pada ketentuan pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap pidana yang dijatuhkan berdasarkan ketentuan pasal 48 dapat
dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. Pencabutan
izin usaha
b. Larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Undang-undang ini untuk menduduki jabatan Direksi atau Komisaris
sekurang-kurangnya 2 tahun dan selama-lamanya 5 tahun.
c. Penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
4.
Pengecualian-pengecualian
Selain pengecualian yang secara
khusus diatur dalam pasal 5 ayat 2 mengenai penetapan harga secara bersama,
Undang-undang juga mengecualikan beberapa hal berikut ini dari berlakunya
Undang-undang ini:
a. Perbuatan
atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
b. Perjanjian
penetapan standar teknis produk barang atau jasa tidak mengekang dan tidak
menghalangi persaingan.
c. Perjanjian
kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
yang luas.
d. Perjanjian
internasioanal yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia.
e. Perjanjian
kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat
luas
f. Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia
g. Perjanjian
dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan
dan atau pasokan pasar dalam negeri
h. Pelaku
usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil sebagaimana dimaksud Undang-undang Nomor
9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
i. Kegiatan
usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya
G.
Contoh Kasus
PT. Perusahaan Listrik Negara
(Persero) adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan
listrik nasional. Hingga saat ini, PT. PLN masih merupakan satu-satunya
perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. PLN sudah seharusnya
dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya
secara merata.
Usaha PT. PLN termasuk ke dalam
jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. PLN merupakan penjual atau
produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta
kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan
bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan,
penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta
pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa
perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D
(Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi
ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta
pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai
oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan
tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan
serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan
mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Contoh kasus monopoli
yang dilakukan oleh PT. PLN adalah:
1. Fungsi
PT. PLN sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah.
Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik.
Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. PLN. Saat ini
telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens,
General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy,
Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell
Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang
harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. PLN sendiri.
2. Krisis
listrik memuncak saat PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN) memberlakukan
pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan
sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan
jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua
industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri
yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat
defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara
pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung
Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi
juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU
Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. PLN memonopoli
kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT.
PLN, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi
kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya
daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi
pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini
menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi
enggan untuk berinvestasi.
Kesimpulan:
Dari pembahasan dapat
disimpulkan bahwa PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan
tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. PLN
ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Terimakasih, sangat membantu untuk tugas akhir perkuliahan ☺
BalasHapus