Bonus Demografi adalah bonus yang dinikmati suatu negara
sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64
tahun) dalam evolusi kependudukan yang. Indonesia adalah salah satu Negara yang
akan mengalami bonus demografi
dikarenakan proses transisi demografi yang berkembang sejak beberapa
tahun yang lalu yang dipercepat dengan keberhasilan program KB menurunkan
tingkat fertilitas dan meningkatnya kualitas kesehatan serta suksesnya
program-program pembangunan lainnya.
Indonesia
diprediksi akan mendapat bonus di tahun 2020-2030. Bonus tersebut adalah Bonus
Demografi, dimana penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara
usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.
Berdasarkan
paparan Surya Chandra, anggota DPR Komisi IX, dalam Seminar masalah
kependudukan di Indonesia di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bahwa
jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) pada 2020-2030 akan mencapai 70
persen, sedangkan sisanya, 30 persen, adalah penduduk yang tidak produktif (di
bawah 15 tahun dan diatas 65 tahun ). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia
produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara nonproduktif hanya 60 juta.
Bonus
demografi ini tentu akan membawa dampak sosial – ekonomi. Salah satunya adalah
menyebabkan angka ketergantungan penduduk, yaitu tingkat penduduk produktif
yang menanggung penduduk nonproduktif (usia tua dan anak-anak) akan sangat
rendah, diperkirakan mencapai 44 per 100 penduduk produktif.
Hal
ini sejalan dengan laporan PBB, yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan
negara Asia lainnya, angka ketergantungan penduduk Indonesia akan terus turun
sampai 2020.
Tentu
saja ini merupakan suatu berkah. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan
menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi
ke tingkat yang lebih tinggi. Impasnya adalah meningkatkannya kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan.
Namun
berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan
kedatangannya. Masalah yang paling nyata adalah ketersedian lapangan pekerjaan.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah negara kita mampu menyediakan lapangan
pekerjaan untuk menampung 70% penduduk usia kerja di tahun 2020-2030?
Kalau
pun lapangan pekerjaan tersedia, mampukah sumber daya manusia yang melimpah ini
bersaing di dunia kerja dan pasar internasional?
Berkaca
dari fakta yang ada sekarang, indeks pembangunan manusia atau human development
index (HDI) Indonesia masih rendah. Dari 182 negara di dunia, Indonesia berada
di urutan 111. Sementara dikawasan ASEAN, HDI Indonesia berada di urutan enam
dari 10 negara ASEAN. Posisi ini masih di bawah Filipina, Thailand, Malaysia,
Brunei dan Singapura. Tingkat HDI ini terbukti dari tidak kompetitifnya.pekerja
Indonesia di dunia kerja baik di dalam ataupun luar negeri. Paling banter,
pekerja Indonesia di luar negeri adalah menjadi pembantu. Ujung-ujungnya
disiksa dan direndahkan. Untuk tingkat dalam negeri sekali pun, pekerja
indonesia masih kalah dengan pekerja asing. Hal ini ditandai dari banyaknya
peluang kerja dan posisi strategis yang malah ditempati tenaga kerja asing.
Permasalah
pembangunan sumber daya manusia inilah yang harusnya bisa diselesaikan dari
sekarang, jauh sebelum bonus demografi datang. Jangan sampai hal yang menjadi
berkah justru membawa bencana dan membebani negara karena masalah yang
mendasar: kualitas manusia!
Kenyataannya
pembangunan kependudukan seoalah terlupakan dan tidak dijadikanunderlined
factor. Padahal pengembangan sumber daya manusia yang merupakan investasi
jangka panjang yang menjadi senjata utama kemajuan suatu bangsa.
Dalam
hal ini pemerintah harus mampu menjadi agent of development dengan
cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan,
kemampuan komunikasi, serta penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan
memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak
hanya bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan
lapangan pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga
ketersediaan lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset Negara agar tidak banyak
dikuasai pihak asing yang pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja.
Bukan
hanya pemerintah, masyarakat juga harus menjadi pendukung utama pembangunan
mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti pendidikan, kesehatan dan
aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu sendiri.
OPINI :
Bunus demografi
merupakan kesempatan emas bagi Negara Indonesia untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup masyarakat dan juga meningkatkan system perekonomian di
Indonesia apabila pemerintah benar-benar mempersiapkan sumber daya manusia yang
dapat memenuhi standard, jadi agar bonus demografi tersebut benar-benar dapat
dinikmati oleh Indonesia pemerintah harus bersungguh-sungguh mempersiapkan dan
meningkatkan kualitas dari sumber daya manusia di Indonesia.
2. Perdagangan Internasional
Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan
kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran
barang atau jasa atas dasar suka rela dan saling menguntungkan.
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara
individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan
pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi
salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perdagangan internasional
Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan
perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :
- Untuk
memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
- Keinginan
memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
- Adanya
perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
mengolah sumber daya ekonomi
- Adanya
kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual
produk tersebut.
- Adanya
perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya,
dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan
adanya keterbatasan produksi.
- Adanya
kesamaan selera terhadap suatu barang.
- Keinginan
membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain.
- Terjadinya
era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup
sendiri.
Manfaat perdagangan internasional
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi
di negeri sendir.
2. Banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara.
Faktor-faktor tersebut diantaranya :
Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak
diproduksi sendiri.
* Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
Sebab utama kegiatan perdagangan luar
negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi.
Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan
yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
* Memperluas pasar dan menambah keuntungan
Terkadang, para pengusaha tidak
menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka
khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga
produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat
menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
* Transfer teknologi modern
Perdagangan luar negeri memungkinkan
suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.
Kebijakan Expor Dan
Impor dalam Perdagangan Internasional
Dalam perdagangan
internasional terdapat kegiatan yang berupa impor dan ekspor. Dalam kegiatan
itu dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengaturnya.
Kegiatan
Impor
1) Pengertian Impor
Dalam perdagangan
internasional terdapat dua kegiatan pokok, yaitu kegiatan impor dan kegiatan
ekspor. Impor adalah kegiatan membeli barang atau jasa dari luar negeri. Orang
atau pihak yang mengimpor barang atau jasa tersebut disebut importir.
Kegiatan impor terjadi
karena faktor-faktor berikut.
a) Negara pengimpor
kekurangan pasokan beberapa barang tertentu, misalnya karena produksi dalam
negeri tidak mencukupi kebutuhan masyarakatnya. Contoh Indonesia mengimpor
beras dari Thailand karena produksi beras dalam negeri tidak mencukupi
kebutuhan.
b) Teknologi yang
modern. Misalnya suatu negara belum mampu memproduksi barang elektronik dengan
kualitas yang baik, maka negara itu perlu mengimpor barang elektronik dari
negara yang teknologinya lebih maju. Negara maju yang lebih menguasai teknologi
dapat menghasilkan barang-barang yang berkualitas bagus sehingga produk-produk
itu dapat laku di pasaran.
c) Harga yang lebih
murah. Pada era globalisasi seperti saat ini harga barang sangat kompetitif.
Konsumen yang jeli tentu lebih menginginkan produk dengan harga yang lebih
murah bila kualitas barang akan dibeli sama. Hal inilah yang menyebabkan orang
atau pihak dalam negeri mengimpor barang dari luar negeri.
d) Permintaan pasar
atau selera konsumen yang berbeda-beda juga merupakan penyebab importir
mendatangkan barang dari luar negeri.
2) Kebijakan Impor
Kegiatan impor di satu
pihak sangat dibutuhkan oleh suatu negara untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi
di lain pihak dapat merugikan perkembangan industri dalam negeri.
Agar tidak merugikan
produk dalam negeri diperlukan adanya kebijakan impor untuk melindungi produk
dalam negeri (proteksi) dengan cara berikut.
a) Pengenaan Bea Masuk
Barang impor yang masuk
ke dalam negeri dikenakan bea masuk yang tinggi sehingga harga jual barang
impor menjadi mahal. Hal ini dapat mengurangi hasrat masyarakat membeli barang
impor dan produk dalam negeri dapat bersaing dengan produk impor.
b) Kuota Impor
Kuota impor merupakan
suatu kebijakan untuk membatasi jumlah barang impor yang masuk ke dalam negeri.
Dengan dibatasinya jumlah produk impor mengakibatkan harga barang impor tetap
mahal dan produk dalam negeri dapat bersaing dan laku di pasaran.
c) Pengendalian Devisa
Dalam pengendalian
devisa, jumlah devisa yang disediakan untuk membayar barang impor dijatah dan
dibatasi sehingga importir mau tidak mau juga membatasi jumlah barang impor
yang akan dibeli.
d) Substitusi Impor
Kebijakan mengadakan
substitusi impor ditujukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap luar negeri
dengan mendorong produsen dalam negeri agar dapat membuat sendiri barang-barang
yang diimpor dari luar negeri.
e) Devaluasi
Kebijakan berupa
devaluasi merupakan kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam
negeri terhadap mata uang asing. Misalnya: 1US$ = Rp8.000,00 menjadi 1USS$ = Rp
10.000,00. Dengan devaluasi dapat menyebabkan harga barang impor menjadi lebih
mahal, dihitung dengan mata uang dalam negeri, sehingga akan mengurangi
pembelian barang impor.
Kegiatan
Ekspor
1) Pengertian Ekspor
Ekspor adalah kegiatan menjual
barang atau jasa ke luar negeri. Orang atau pihak yangmelakukan kegiatan ekspor
disebut eksportir.
Kegiatan ekspor yang
meningkat akan memberikan keuntungan bagi negara, yaitu negara memperoleh
peningkatan pendapatan yaitu dari pajak barang yang dikespor. Selain itu ada
pula pihak-pihak dalam negeri yang juga mendapat keuntungan, seperti perusahaan
transportasi, perusahaan asuransi, perusahaan penghasil barang yang diekspor.
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia terus menggiatkan usaha-usaha yang dapat
mendorong kegiatan ekspor.
2) Kebijakan Ekspor
Ekspor suatu negara
harus lebih besar daripada impor agar tidak terjadi defisit dalam neraca
pembayaran.
Oleh sebab itu
pemerintah selalu berusaha mendorong ekspor melalui kebijakan ekspor dengan
cara berikut.
a) Diversifikasi
Ekspor/Menambah Keragaman Barang Ekspor
Diversifikasi ekspor
merupakan penganekaragaman barang ekspor dengan memperbanyak macam dan jenis
barang yang diekspor. Misalnya Indonesia awalnya hanya mengekspor tektil dan
karet, kemudian menambah komoditas ekspor seperti kayu lapis, gas LNG, rumput
laut dan sebagainya. Diversifikasi ekspor dengan menambah macam barang yang
diekspor ini dinamakan diversifikasi horizontal. Sedangkan divesisifikasi
ekspor dengan menambah variasi barang yang diekspor seperti karet diolah dahulu
menjadi berbagai macam ban mobil dan motor atau kapas diolah dulu menjadi kain
lalu diproses menjadi pakaian. Diversifikasi yang demikian ini disebut
diversifikasi vertikal.
b) Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor
diberikan dengan cara memberikan subsidi/bantuan kepada eksportir dalam bentuk
keringanan pajak, tarif angkutan yang murah, kemudahan dalam mengurus ekspor,
dan kemudahan dalam memperoleh kredit dengan bunga yang rendah.
c) Premi Ekspor
Untuk lebih menggiatkan
dan mendorong para produsen dan eksportir, pemerintah dapat memberikan premi
atau insentif, misalnya penghargaan atas kualitas barang yang diekspor.
Pemberian bantuan keuangan dari pemerintah kepada pengusaha kecil dan menengah
yang orientasi usahanya ekspor.
d) Devaluasi
Devaluasi merupakan
kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah)
terhadap mata uang asing. Dengan kebijakan devaluasi akan mengakibatkan harga
barang ekspor di luar negeri lebih murah bila diukur dengan mata uang asing (dollar),
sehingga dapat meningkatkan ekspor dan bisa bersaing di pasar internasional.
e) Meningkatkan Promosi
Dagang ke Luar Negeri
Pemasaran suatu produk
dapat ditingkatkan dengan mempromosikan produk yang akan dijual. Untuk
meningkatkan ekposr ke luar negeri maka pemerintah dapat berusaha dengan
melakukan promosi dagang ke luar negeri, misalnya dengan dengan mengadakan
pameran dagang di luar negeri agar produk dalam negeri lebih dapat dikenal.
f) Menjaga Kestabilan
Nilai Kurs Rupiah terhadap Mata Uang Asing
Kestabilan nilai kurs
rupiah terhadap mata uang asing sangat dibutuhkan oleh para importir dan
pengusaha yang menggunakan peroduk luar negeri untuk kelangsungan usaha dan
kepastian usahanya. Bila nilai kurs mata uang asing terlalu tinggi membuat para
pengusaha yang bahan baku produksinya dari luar negeri akan mengalami kesulitan
karena harus menyediakan dana yang lebih besar untuk membiayai pembelian barang
dari luar negeri. Akibatnya harga barang yang diproduksi oleh pengusaha
tersebut menjadi mahal. Hal ini dapat menurunkan omzet penjualan dan menurunkan
laba usaha, yang akhirnya akan mengganggu kelangsungan hidup usahanya.
g) Mengadakan
Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Internasional
Melakukan perjanjian
kerja sama ekonomi baik bilateral, regional maupun multilateral akan dapat
membuka dan memperluas pasar bagi produk dalam negeri di luar negeri. serta
dapat menghasilkan kontrak pembelian produk dalam negeri oleh negara lain.
Misalnya perjanjian kontrak pembelin LNG (Liquid Natural Gas) Indonesia yang dilakukan
oleh Jepang dan Korea Selatan.
OPINI :
Perdagangan
Internasional sangat penting bagi setiap Negara, karena dengan perdagangan
Internasional kebutuhan barang yang tidak disediakan didalam negeri dapat
diperoleh dari Negara lain dengan melakukan impor barang dan begitu juga
sebaliknya, pihak dalam negeri dapat melakukan ekspor ke berbagai Negara sesuai
perjanjian yang telah dibuat. Dan Indonesia adalah salah satu Negara yang
sebagian pendapatan Negara dihasilkan oleh kegiatan ekspor dan impor. Di
Indonesia sendiri bukan hanya perusahaan besar yang melakukan kegiatan ekspor
barang ke luar negeri namun banyak dari usaha rumahan yang dapat menembus pasar
internasional karena mutu dan kualitasnya yang bagus. Oleh karena itu, pemerintah
harus selalu mendukung kegiatan ekspor dan impor yang ikut serta membantu
perkembangan perekonomian di Indonesia.
Tantangan dan keuntungan AFTA 2015 di Indonesia:
AFTA yang merupakan akronim dar ASEAN Free Trade Area sejatinya
merupakan kesepakatan dari negara - negara di asean untuk membentuk sebuah
kawasan bebas perdagangan. Tujuannya sih agar bisa meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Harapannya, kalau yang namanya AFTA ini sukses,
asean bisa menjadi kawasan basis produksi didunia seperti yang sudah ada
sekarang ini yaitu China. Coba ingat? Sudah berapa ratus produk yang masuk ke
indonesia itu Made In China?
Perjanjian perdagangan bebas AFTA dicetuskan ketika terjadi
pertemuan tingkat Kepala Negara ASEAN atau SEAN summit ke-4, yang dilakukan
pada tahun 1992. Pada pertemuan itu kemudian para kepala negara mengumumkan
akan membentuk sebuah kawasan perdagangan bebas di asean dalam jangka waktu 15
Tahun. Kalau dihitung seharusnya akan efektif berjalan secara penuh pada tahun
2007. Namun kenyataanya, AFTA ini akan aktif pada tahun 2015, 22 tahun
kemudian.
Nah, dengan adanya kebijakan perdagangan bebas AFTA ini, nantinya
tidak akan akan ada hambatan tarif(bea masuk 0-5%) ataupun hambatan non tarif
untuk negara - negara anggota ASEAN. Dengan begitu, tentunya keuntungan dan
tantangan akan muncul untuk negara Indonesia juga dong. Lantas, apakah negara
kita Indonesia sudah siap? Siap memanfaatkan kondisi ini untuk membuat negara
lebih maju dan berkembang? Apalagi AFTA ini efektif tahun 2015, tidak begitu
lama setelah Pemilu, dan pemilihan presiden Indonesia yang baru. Sementara
menurut saya, sampai sekarang belum ada pemimpin rakyat, entah itu caleg atau
capres yang kompeten untuk menjalankan pemerintahan setelah 2014. Tidak
percaya? Silahkan cek cv caleg - caleg di tahun 2014 ini : (dct.kpu.go.id)
Tantangan AFTA 2015 Untuk Indonesia
Sebelum saya menuliskan
keuntungan AFTA 2015 untuk indonesia, saya akan menyebutkan tantangannya
terlebih dahulu. Agar orang - orang indonesia tahu, dan tidak selalu terlena
dengan negara yang katanya ijo royo -royo, dan mempunyai banyak sumber daya
alam ini.
1. Tantangan Pendidikan
Kalau melihat negara
maju di ASEAN seperti Singapore, pendidikan mereka terlihat lebih maju. Lantas
Indonesia sendiri bagaimana menghadapi serbuan para pekerja hasil output negara
di ASEAN seperti Singapore? Padahal salah satu efek dari AFTA adalah setiap
warga anggota negara ASEAN bisa sekolah atau bekerja di tiap negara anggota
ASEAN.
Sementar menurut saya,
pendidikan di Indonesia ini masih sedikit carut marut. Contoh sederhananya
saja, ada teman saya yang seorang lulusan Teknik Elektro malah bekerja di
bidang perbankan, atau ada sarjana pertanian yang tidak bisa bekerja sesuai
jurusan di ambilnya.
Menurut saya pendidikan
di negara ini masih belum tepat sasaran untuk mengenali potensi anak didik
dengan tepat sasaran, sehingga anak didik bisa memaksimalkan potensi yang
dimilikinya. Bisa - bisa dengan adanya AFTA 2015 pengangguran malah semakin
banyak, karena banyak perusahaan di Indonesia yang malah merekrut tenaga kerja
dari negara anggota ASEAN lain dengan kompetensi yang lebih baik.
2. Tantangan Perdangangan
Sebelumnya saya mau tanya
dulu, sekarang ini Indonesia adalah negara “Pengekspor” atau negara
“Pengimpor”?
Menjawab pertanyaan ini
tidak perlulah sulit - sulit, lihat saja smartphone/handphone yang teman -
teman punyai made in mana? Sepengetahuan saya sih rata - rata kalau tidak made
in china, ya made in vietnam. Indonesia ini hanya dijadikan pasar, sangat
sedikit sekali atau bahkan tidak ada ya, tempat produksi barang yang di
Indonesia? (*maaf saya kurang tahu tentang ini karena tidak ada data :)*)
Saya memberi contoh
barang yang sepele seperti smartphone/handphone, karena barang seperti ini
meskipun sedang musim hujan, banjir ataupun dolar naik, penjualannya tetap
meroket. Mengingat kebanyakan masyarakat kita yang lebih mementingkan prestise
dan style daripada fungsi dari sebuah smartphone sendiri.
Terlepas dari contoh
yang saya berikan, selama Indonesia masih menjadi negara “hobi impor” AFTA 2015
malah akan menjadikan negara ini sebagai pasar terbesar barang - barang impor
dari negara ASEAN yang lain. Mau negara kita cuma dijadikan tempat jualan saja?
Pikirkan!
Keuntungan AFTA 2015
Untuk Indonesia
Memang, bukan hanya
tantangan saja yang akan dihadapi Indonesia di AFTA 2015 ini. Ada juga
keuntungan yang bisa didapatkan negara ini jika bisa memanfaatkan perjanjian
perdagangan bebas dengan ASEAN ini dengan baik. Kalau dimanfaatkan dengan
benar, ada kemungkinan bisa membuat Indonesia lebih maju, bahkan bisa
mengalahkan negara seperti Singapore.
1. AFTA 2015, Berarti Ijin kerja di Negara
ASEAN Lebih Mudah. Saatnya Menjajah “ASEAN”
Tenaga kerja
professional saatnya menjadi TKI, jangan cuma kita saja yang dijajah oleh
negara lain. Saatnya kita menjadi “ekspat” di negara lain. Apalagi gaji di
negara Asean semacam Singapore atau Malaysia tentunya akan lebih besar dari
pada di Indonesia. Jangan mau kalah dengan TKI dong, mereka bisa menjadi
pahlawah devisa, kita para tenaga kerja terdidik professional pun bisa ikut
menyumbang devisa negara. Yuk!
2. Manfaatkan Pariwisata Sebagai Sumber
Devisa Selain Sumber Daya Alam.
Hei orang Indonesia,
saatnya mulai sadar! Sumber daya alam negara kita ini sudah semakin habis!
Tinggal menunggu waktu saja kita tidak bisa banyak menjual Sumber Daya Alam
untuk menjalankan negara. Kita harus mulai memikirkan sumber penghasilan lain
yang berkelanjutan untuk memajukan negara.
Sadar tidak kalau
negara ini mempunyai banyak sekali potensi pariwisata. Ada berapa banyak tempat
wisata yang bisa dikelola dengan baik. Sehingga bisa diperhitungkan sebagai
sumber devisa yang berkelanjutan. Manfaatkan AFTA 2015 ini untuk bisa
mendapatkan banyak turis asing yang mau datang ke Indonesia. Kalau dikelola
dengan benar, mungkin negara ini bisa kaya hanya dengan Pariwisatanya. Masak
mau kalah sama Singapore dan Malaysia?
Solusi Menghadapi AFTA
2015 Untuk Indonesia
Ada beberapa hal
penting yang bisa membuat Indonesia bisa bertahan, atau bahkan bisa
memanfaatkan AFTA 2015 untuk membuat negara ini lebih maju. Pendidikan yang
baik, Hukum yang ditegakkan, Kedisiplinan, dan Semangat Optimisme untuk maju
tiap - tiap warga negara ini
Kalau itu semua bisa
dilakukan dengan baik, maka bukan tidak mungkin kalau Indonesia akan kembali
mengaum. Kembali mengaum sebagai Macan Asia yang pernah begitu ditakuti oleh
negara lain. Nah, semoga tulisan saya ini bisa berguna untuk para pembaca
kompasiana sekalian ya. Mari kita songsong AFTA 2015 dengan persiapan lebih
baik.
Persiapan Indonesia menghadapi MEA:
Perhelatan
pergantian tahun sudah di depan mata. Seakan berpacu dengan waktu, pada tahun
2015 ini pula (tepatnya pada Desember 2015) kita akan dihadapkan pada
Masyarakat Ekonomi ASEAN / MEA (ASEAN Economic Communities). Suatu era yang
menyatukan Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi “satu basis pasar dan
produksi”. Dimana akan terjadi arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga
kerja, dan modal, yang semuanya bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas
hambatan.
Ambisi ASEAN membentuk MEA salah satunya didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Saat ini saja, berdasarkan Laporan Bank Dunia (2014), dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar internasional, ekonomi ASEAN menyumbang 6 persen terhadap PDB global. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai blok ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17 persen), China (16 persen), dan India (7 persen). Sedangkan dari sisi internal kawasan, krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 memberikan motivasi lebih lanjut terhadap agenda integrasi regional guna membangun ketahanan yang lebih kuat menghadapi ketidakstabilan keuangan makro. Selain itu, ASEAN juga memiliki pertumbuhan kelas menengah berusia muda yang sangat pesat yang dapat memberikan sumber pertumbuhan baru di kawasan ini.
Kini, MEA sudah didepan mata, dan kita paput bertanya, sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi era liberalisasi perdangan ini? Karena sebagai Negara dengan ekonomi paling besar di ASEAN, dengan sekitar 40 persen dari PDB ASEAN, dan hampir setengah dari populasi ASEAN, Indonesia merupakan aktor penting dalam MEA yang akan berlangsung ini.
Sayangnya, kalau kita lihat data dari BPS per Oktober 2014 saja, belum-belum MEA dilaksanakan, Indonesia sudah mengalami defisit dagang dengan Thailand yang mencapai 3,36 miliar dolar AS. Tentu ini bukan angka yang kecil. Belum lagi jika kita melihat peringkat Indonesia menurut Global Competitiveness Index yang masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara, tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, dan Thailand di posisi 37. Lalu, apa yang harus dioptimalkan selama satu tahun ini agar kita bisa memetik untung dari MEA yang akan berlangsung ini.
Dua Strategi
Paling tidak ada dua strategi yang harus segera dilakukan jika negeri ini mau memetik keuntungan dengan adanya MEA. Pertama, strategi kedalam. Strategi kedalam merupakan upaya-upaya yang dilakukan di dalam negeri guna menghadapi MEA, seperti penggunaan produk dalam negeri, perbaikan infrastruktur dan perbaikan sistem logistik nasional, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan membangun industri yang berbasis nilai tambah.
Sebagaimana kita ketahui, kurangnya dukungan infrastruktur, buruknya sistem transportasi/logistik, lemahnya perangkat hukum, serta terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang kompeten merupakan hambatan utama yang dihadapi bangsa ini. Sudah lumrah kita dengar bahwa masalah infrastruktur yang buruk seringkali menyebabkan tingginya biaya produksi dan ini menyebabkan, sebagai contoh, buah lokal hasil petani-petani kita seringkali lebih mahal daripada buah impor dari Tiongkok yang menyebabkan buah lokal tidak bisa bersaing di dalam negeri sendiri.
Strategi kedua adalah strategi keluar. Strategi ini meliputi penerapan standard mutu untuk produk atau jasa yang akan masuk ke pasar Indonesia, perbaikan sistem pengelolaan ekspor impor serta memperketat pengawasan ekspor impor, selain itu yang penting juga adalah memperluas akses pasar di luar negeri. Dalam hal penerapan standard mutu, kita sebenarnya sudah memiliki UU Perdagangan yang salah satunya mengatur bahwa produk yang masuk ke Indonesia harus berbahasa Indonesia dan memenuhi standard yang telah ditetapkan di Indonesia. Akan tetapi, dalam beberapa kasus kita masih sering menemukan produk-produk makanan dan obat-obatan yang belum ada label yang berbahasa Indonesia sudah bisa masuk ke pasar-pasar dalam negeri, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga.
Selain itu, hal yang tak kalah pentingnnya untuk segera dilakukan adalah perluasan akses pasar di luar negeri (ASEAN). Hal ini penting dilakukan, karena ekspor Indonesia ke pasar ASEAN pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, baru mencapai 23 persen dari nilai total ekspor. Hal ini antara lain karena tujuan ekspor kita masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Padahal kalau kita perhatikan trend ekonomi dunia saat ini, banyak Negara-negara berpendapatan tinggi dengan perlahan pulih dari defisit dan hutang yang tinggi akibat krisis keuangan global, dan permintaan mereka terhadap barang impor menjadi lebih lemah dibandingkan sebelumnya, dan ini berarti perluasan akses pasar di negara-negara ASEAN menjadi penting.
Sejatinya, perdagangan bebas kawasan memang dapat menjadi peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi dapat membuka pasar bagi industri dalam negeri yang semakin meningkat. Namun, di sisi lain apabila Indonesia tidak menyiapkan diri dengan baik dapat menjadi pasar bagi gempuran produk asing yang dapat menghancurkan kemampuan produktif dalam negeri sendiri. Tentu sebagai warga bangsa kita selalu berharap MEA yang akan dimulai Desember 2015 nanti dapat membawa kebaikan bagi seluruh warga bangsa.
Ambisi ASEAN membentuk MEA salah satunya didorong oleh perkembangan eksternal dan internal kawasan. Dari sisi eksternal, Asia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi baru, dengan disokong oleh India, Tiongkok, dan negara-negara ASEAN. Saat ini saja, berdasarkan Laporan Bank Dunia (2014), dengan menggunakan paritas daya beli (PPP) dolar internasional, ekonomi ASEAN menyumbang 6 persen terhadap PDB global. Hal ini menjadikan ASEAN sebagai blok ekonomi terbesar kelima di dunia setelah NAFTA (20 persen), EU (17 persen), China (16 persen), dan India (7 persen). Sedangkan dari sisi internal kawasan, krisis keuangan Asia pada tahun 1997/1998 memberikan motivasi lebih lanjut terhadap agenda integrasi regional guna membangun ketahanan yang lebih kuat menghadapi ketidakstabilan keuangan makro. Selain itu, ASEAN juga memiliki pertumbuhan kelas menengah berusia muda yang sangat pesat yang dapat memberikan sumber pertumbuhan baru di kawasan ini.
Kini, MEA sudah didepan mata, dan kita paput bertanya, sejauh mana persiapan Indonesia dalam menghadapi era liberalisasi perdangan ini? Karena sebagai Negara dengan ekonomi paling besar di ASEAN, dengan sekitar 40 persen dari PDB ASEAN, dan hampir setengah dari populasi ASEAN, Indonesia merupakan aktor penting dalam MEA yang akan berlangsung ini.
Sayangnya, kalau kita lihat data dari BPS per Oktober 2014 saja, belum-belum MEA dilaksanakan, Indonesia sudah mengalami defisit dagang dengan Thailand yang mencapai 3,36 miliar dolar AS. Tentu ini bukan angka yang kecil. Belum lagi jika kita melihat peringkat Indonesia menurut Global Competitiveness Index yang masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara, tertinggal jauh dari Singapura yang menempati posisi ke 2, Malaysia di posisi ke 24, dan Thailand di posisi 37. Lalu, apa yang harus dioptimalkan selama satu tahun ini agar kita bisa memetik untung dari MEA yang akan berlangsung ini.
Dua Strategi
Paling tidak ada dua strategi yang harus segera dilakukan jika negeri ini mau memetik keuntungan dengan adanya MEA. Pertama, strategi kedalam. Strategi kedalam merupakan upaya-upaya yang dilakukan di dalam negeri guna menghadapi MEA, seperti penggunaan produk dalam negeri, perbaikan infrastruktur dan perbaikan sistem logistik nasional, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan membangun industri yang berbasis nilai tambah.
Sebagaimana kita ketahui, kurangnya dukungan infrastruktur, buruknya sistem transportasi/logistik, lemahnya perangkat hukum, serta terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang kompeten merupakan hambatan utama yang dihadapi bangsa ini. Sudah lumrah kita dengar bahwa masalah infrastruktur yang buruk seringkali menyebabkan tingginya biaya produksi dan ini menyebabkan, sebagai contoh, buah lokal hasil petani-petani kita seringkali lebih mahal daripada buah impor dari Tiongkok yang menyebabkan buah lokal tidak bisa bersaing di dalam negeri sendiri.
Strategi kedua adalah strategi keluar. Strategi ini meliputi penerapan standard mutu untuk produk atau jasa yang akan masuk ke pasar Indonesia, perbaikan sistem pengelolaan ekspor impor serta memperketat pengawasan ekspor impor, selain itu yang penting juga adalah memperluas akses pasar di luar negeri. Dalam hal penerapan standard mutu, kita sebenarnya sudah memiliki UU Perdagangan yang salah satunya mengatur bahwa produk yang masuk ke Indonesia harus berbahasa Indonesia dan memenuhi standard yang telah ditetapkan di Indonesia. Akan tetapi, dalam beberapa kasus kita masih sering menemukan produk-produk makanan dan obat-obatan yang belum ada label yang berbahasa Indonesia sudah bisa masuk ke pasar-pasar dalam negeri, terutama di wilayah-wilayah yang berdekatan dengan negara tetangga.
Selain itu, hal yang tak kalah pentingnnya untuk segera dilakukan adalah perluasan akses pasar di luar negeri (ASEAN). Hal ini penting dilakukan, karena ekspor Indonesia ke pasar ASEAN pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, baru mencapai 23 persen dari nilai total ekspor. Hal ini antara lain karena tujuan ekspor kita masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang. Padahal kalau kita perhatikan trend ekonomi dunia saat ini, banyak Negara-negara berpendapatan tinggi dengan perlahan pulih dari defisit dan hutang yang tinggi akibat krisis keuangan global, dan permintaan mereka terhadap barang impor menjadi lebih lemah dibandingkan sebelumnya, dan ini berarti perluasan akses pasar di negara-negara ASEAN menjadi penting.
Sejatinya, perdagangan bebas kawasan memang dapat menjadi peluang sekaligus tantangan. Di satu sisi dapat membuka pasar bagi industri dalam negeri yang semakin meningkat. Namun, di sisi lain apabila Indonesia tidak menyiapkan diri dengan baik dapat menjadi pasar bagi gempuran produk asing yang dapat menghancurkan kemampuan produktif dalam negeri sendiri. Tentu sebagai warga bangsa kita selalu berharap MEA yang akan dimulai Desember 2015 nanti dapat membawa kebaikan bagi seluruh warga bangsa.
ACFTA
Pembentukan ASEAN-China
Free Trade Area (ACFTA)
merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara negara-negara ASEAN dengan
Republik Rakyat China mengenai Framework
Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between the Association of
South East Asian Nations and the People’s Republic of China (“Framework Agreement”).
Perjanjian ini ditandatangani pada tanggal 5 November
2002 dan melahirkan tiga kesepakatan, yaitu Agreement
on Trade in Goods atau
kesepakatan perdagangan di bidang barang (29 November 2004), Agreement on Trade in Service atau kesepakatan perdagangan di bidang
jasa (14 Januari 2007), dan Agreement
on Investment atau
kesepakatan di bidang investasi (15 Agustus 2007).
ACFTA (ASEAN-China
Free Trade Area) adalah
sebuah persetujuan kerjasama ekonomi regional yang mencakup perdagangan bebas
antara ASEAN (Assosiation of South East Asian Nation) dengan China. Persetujuan
ini telah disetujui dan ditandatangani oleh negara-negara ASEAN dan China pada
tanggal 29 November 2004. Dalam kerjasama ini, hambatan-hambatan tarif dan
non-tarif dihilangkan atau dikurangi dalam
rangka mewujudkan perdagangan bebas dalam kawasan regional ASEAN dan China.
Namun, tidak semua anggota ASEAN menyetujui penghapusan tarif dalam waktu
bersamaan. ASEAN6 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Brunei Darussalam, dan filipina menyetujui penghapusan per 1 januari 2010, sedangkan CMLV
(Camboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam) baru akan mengeliminasi dan menghapus
tarif per 1 Januari 2015.[4]
Tidak hanya itu, negara-negara yang telah menyetujuinya
juga akan meningkatkan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi
serta meningkatkan aspek kerjasama ekonomi untuk
mendorong hubungan perekonomian para Pihak ACFTA. Di dalamFramework Agreement on Comprehensive
Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China, kedua pihak sepakat akan melakukan
kerjasama yang lebih intensif di beberapa bidang seperti pertanian,
teknologi informasi, pengembangan SDM, investasi, pengembangan Sungai
Mekong, perbankan, keuangan, transportasi, industri, telekomunikasi, pertambangan, energi, perikanan,
kehutanan, produk-produk hutan dan sebagainya. Kerjasama ekonomi ini dilakukan
untuk mencapai tujuan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan
China.
ACFTA memiliki beberapa bertujuan, sebagai berikut:[5]
· Memperkuat dan meningkatkan kerjasama
ekonomi, perdagangan, dan investasi antaranegara-negara anggota.
· Meliberalisasi secara progresif dan
meningkatkan perdagangan barang dan jasaserta menciptakan suatu sistem yang
transparan dan untuk mempermudah investasi.
· Menggali bidang-bidang kerjasama yang
baru dan mengembangkan kebijaksanaanyang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi
antara negara-negara anggota.
· Memfasilitasi integrasi ekonomi yang
lebih efektif dari para anggota ASEAN baru (Cambodia,
Laos, Myanmar, dan Vietnam/CLMV) dan menjembatani kesenjangan pembangunan
ekonomi diantara negara-negara anggota.
Perjanjian ACFTA ini telah diratifikasi oleh pemerintah
Indonesia dengan KEPPRES Nomor 48 Tahun 2004 dan mulai diberlakukan pada
tanggal 1 januari 2010. Namun yang jadi kendala utama pelaksanaan berlakunya
perjanjian ACFTA di Indonesia, bahwa ternyata banyak pihak yang meminta agar
waktu berlakunya perjanjian ini agar direnegoisasi kembali oleh pemerintah,
yang menurut prediksi para pelaku bisnis dan pemerhati ekonomi Indonesia akan
dapat merontokkan ketahanan ekonomi nasional dari serbuan produk China yang
masuk ke Indonesia.
Pemerintah Indonesia dan China siap menjalin kerjasama
terkait ASEAN-China Free Trade Agreement. Ada lima kesepakatan, di antaranya
China mengizinkan pembukaan cabang Bank Mandiri dan pinjaman kepada Lembaga
Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), serta membuka fasilitas kredit ekspor untuk
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam Pertemuan Komisi Bersama (Joint Commission
Meeting/JMC) ke-10 di Yogyakarta, Sabtu 3 April 2010, Indonesia diwakili
oleh Menteri Perdagangan Mari
Elka Pangestu. Sedangkan
China diwakili Menteri Perdagangan Chen
Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi,
kerjasama keuangan dan pembangunan.
JCM ke-10 hari ini dilaksanakan dalam suasana
persahabatan dan kerjasama sehingga menghasilkan kesepakatan yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Beberapa hasil kesepakatan tersebut antara
lain:
1. Pihak China sepakat untuk
memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis (pisang, nenas,
rambutan) dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China.
2. Kedua pihak sepakat untuk membentuk
Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan (Working Group on Trade Resolution/WGTR),
yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua
negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di RRC demi memperkuat
hubungan transaksi langsung perbankan.
3. Atas permintaan Indonesia, dalam JCM
ini delegasi RRC menyetujui pembukaan cabang Bank Mandiri di RRC, sehingga akan
memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara.
4. Kerjasama antara Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank (CEB) dimana kedua pihak
menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI.
LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial
Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI.
Pinjaman tersebut akan digunakan oleh LPEI sebagai fasilitas kredit untuk
mendukung perusahaan-perusahaan di kedua negara terkait dengan proyek-proyek perdagangan
dan investasi dalam berbagai sektor-sektor prioritas yang disetujui oleh kedua
belah pihak termasuk perdagangan dan investasi barang modal, proyek-proyek
sektor infrastruktur, energi dan konstruksi.
5. Kedua pihak setuju untuk memaksimalkan
penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers
Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government
Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh
Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun
proyek-proyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan
pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Sementara, pembangunan Waduk
Jati Gede masih dalam proses. Terdapat pula 6 proyek baru yang telah disetujui
oleh kedua belah pihak, yaitu: pembangkit Listrik Tenaga Uap Parit Baru
(Kalimantan Barat) dan pengadaan material untuk jalur sepanjang 1.000 km and
200 unit turn out yang masih dalam proses pengadaan; serta konstruksi Jalan Tol
antara Medan dan Kuala Namu (Sumatera Utara); Jembatan Tayan (Kalimantan
Barat); Pengembangan Jalan Tol Tahap I: Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Jawa Barat);
dan Jembatan Kendari (Sulawesi Tenggara).
6. Kedua belah pihak telah menyelesaikan
Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan
(Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan
ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada
akhir bulan ini.
7. Membahas Agreed Minutes of the Meeting
for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation) yang antara lain
berisi:
a. Deklarasi Bersama antara Indonesia dan
RRT mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan
Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama
perdagangan dan ekonomi antara kedua negara.
b. Berdasarkan Deklarasi ini, kedua belah
pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan
jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan
kedua banga dan negara.
c. Untuk mencapai tujuan tersebut,
Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) tetap menjadi dasar strategis
dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut
secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
d. Kedua pihak akan menetapkan
pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika
terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan
berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih
lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan.
e. Agreed minutes ini merupakan upaya
untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan
dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA). Kedua pihak percaya bahwa
komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen
dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut.
B. Dampak ACFTA Terhadap Indonesia
Berlakunya CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area)
benar-benar merubah orientasi pasar di negara indonesia. Bagaimana tidak, belum
separuh kita bekerja memperbaiki kondisi perekonomian bangsa ini sudah
diterjang oleh pasar bebas yang mengakibatkan pasar industri jatuh bangun.
Pemberlakuan perdagangan bebas seiring dengan globalisasi sebenarnya sudah lama
diprediksi. Di era Presiden Suharto, jajaran kabinetnya sudah mendengungkan
soal globalisasi perdagangan yang akan diikuti oleh terbentuknya pasar bebas
khususnya dengan RRC. Oleh sebab itu Pak Harto buru-buru menegaskan upaya
peningkatan kualitas industri kecil dan menengah dengan orientasi meningkatkan
daya saing. Ini tertulis di dalam buku Manajemen Presiden Suharto (Penuturan 17
Menteri).[6] Selain itu pembatasan berpolitik bagi
warga negara dengan maksud penguatan ekonomi harus didahulukan, setelah itu
baru berpolitik. Namun sayang segalanya tak terealisasi seiring jatuhnya
Pemerintahan Suharto.
Di dalam perjalannya, Indonesia sebagai anggota ACFTA
medapatkan sisi positif dan sisi negatifnya. Adapun sisi positifnya adalah
· ACFTA akan membuat peluang kita untuk
menarik investasi. Hasil dari investasi tersebut dapat diputar lagi untuk
mengekspor barang-barang ke negara yang tidak menjadi peserta ACFTA;
· Dengan adanya ACFTA dapat meningkatkan
voume perdagangan. Hal ini dimotivasi dengan adanya persaingan ketat antara
produsen. Sehingga produsen maupun para importir dapat meningkatkan volume
perdagangan yang tidak terlepas dari kualitas sumber yang diproduksi;
Adapun sisi negatifnya adalah:
· Penurunan jumlah industry dalam negeri. Kehadiran produk impor dari China
telah menimbulkan dampak negative terhadap lima sector industry yaitu logam,
permesinan, tekstil, elektronika, dan furniture. Hal ini berakibat pada
sejumlah pelaku usaha di lima industry tersebut terpaksa melakukan efisiensi
melalui pengurangan tenaga kerja. Pemberlakukan ACFTA lebih banyak menguntungkan China
daripada Indonesia.
· Serbuan produk asing terutama dari
Cina dapat mengakibatkan kehancuran sektor-sektor ekonomi yang diserbu.
· Pasar dalam negeri yang diserbu produk
asing dengan kualitas dan harga yangsangat bersaing akan mendorong pengusaha
dalam negeri berpindah usaha dari produsen di berbagai sektor ekonomi menjadi
importir atau pedagang saja.
· Karakter perekomian dalam negeri akan
semakin tidak mandiri dan lemah.Segalanya bergantung pada asing.
· Peranan produksi terutama sektor
industri manufaktur dan IKM dalam pasar nasional akan terpangkas dan digantikan impor. Dampaknya,
ketersediaan lapangankerja semakin menurun.
Meskipun Cina dan ASEAN telah berupaya meliberasikan
perdagangannya, pada kenyataannya tingkat tarif dan hambatan antara keduanya
ternyata masih cukup tinggi, sehingga memungkinkan untuk terciptanya trade
creation. Cina memberlakukan tarif rata-rata sebesar 9,4% untuk barang dari
ASEAN. Sebaliknya, tarif yang diberlakukan negara ASEAN terhadap barang dari
Cina secara rata-rata hanya sebesar 2,3%.[7]
Banyaknya dampak yang ditimbulkan oleh perjanjian ACFTA
ini membawa pemerintah melakukan strategi demi menyelamatkan industri-industri
dalam negeri salah satunya dengan melakukan peningakatan daya saing,
memproteksi produk dalam negeri sehingga produk–produk impor tidak menguasai
pasar dalam negeri sehingga mampu tercipta peluang yang lebih besar untuk
produk–produk dalam negeri menguasai pasar sendiri serta mengambil
kebijakan-kebijakan untuk meningkatakan stabilitas ekonomi indonesia.
Sebelum ACFTA diberlakukan, pemerintah Indonesia
seharusnya melakukan survei opini publik untuk mengetahui persepsi masyarakat
mengenai ACFTA. Karena dengan survei, pemerintah dapat mengetahui kekhawatiran
mayoritas publik dan ini dapat dijadikan ukuran untuk menilai dampak ACFTA terhadap
perdagangan Indonesia dan dari situ pemerintah Indonesia dapat menyiapkan
strategi besar apa yang mesti dilakukan untuk menghadapi ACFTA.
Kalau memang pemerintah indonesia tidak mampu
berkompetisi dengan China untuk beberapa sektor perdagangan, maka strategi yang
dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengeluarkan kebijakan safeguard,
yakni pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).
Guna mengatasi masalah tersebut diatas
pemerintah dapat melakukan beberapa hal:
a. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat
untuk lebih mencintai produk dalam negeri sambil terus menigkatkan mutu dari
produk - produk dalam negeri, agar lebih berkualitas dan menjadi tuan rumah di
negeri sendiri.
b. Menciptakan hambatan - hambatan non-tarif.
Seperti standarisasi produk asing yang boleh masuk ke Indonesia.
Melihat dari sisi negative yang disebabkan oleh adanya
ACFTA ini, maka pemerintah Indonesia harus meningkatkan daya saing agar dapat
berkompetisi dengan China. Caranya adalah dengan memperbaiki masalah
infrastruktur. Karena tidak mungkin bagi Indonesia untuk bersaing dengan China
bila tidak ditopang dengan infrastruktur yang memadai, serta untuk menstabilkan
kondisi industri nasional, pemerintah hendaknya mengerti apa yang dibutuhkan
oleh para pelaku ekonomi.
Pemerintah juga harus meningkatkan penjagaan akan
terjadinya penyulundupan karena hal itu sangat merugikan para pengusaha.
Perlu adanya pelatihan kewirausaan untuk menciptakan jiwa kewirausahaan
bagi kaum muda sehingga akan bisa menciptakan pengusaha baru.
Walaupun ACFTA banyak membawa pengaruh
negatif terhadap industri-industri dalam negeri akan tetapi Indonesia masih
bisa mendapatkan peluang yaitu dengan meningkatkan ekspor produk-produk
unggulan dalam negeri, Indonesia harus jeli melihat peluang yanga ada agar
dapat mengambil keuntungan yang mampu menopang perekonomian indonesia.
Sementara itu, tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam bidang perdagangan
luar negeri adalah bagaimana meningkatkan daya saing terhadap ekonomi
negara-negara kawasan yang makin meningkat pertumbuhan dan produktifitasnya.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar